Bengkulu Utara – Terjadi pengusiran seorang warga saat pelaksanaan Konsultasi Publik Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) PT Inmas Abadi.
Pengusiran terjadi saat Konsultasi Publik yang dilaksanakan di Aula Kantor Kepala Desa (Kades) Suka Baru Kecamatan Marga Sakti Sebelat sedang berlangsung, Jumat (26/5/23).
Apabila dilakukan kegiatan pertambangan batubara oleh PT Inmas Abadi, Sungai Seblat akan menjadi tempat penampungan limbah,” kata Joni Iskandar, tokoh pemuda Desa Sukamerindu saat acara berlangsung.
Joni heran, kenapa hanya perwakilan warga dari Desa Suka Baru dan Suka Maju saja yang diundang dalam Diskusi Publik tersebut.
Karena kata dia, aktivitas pertambangan akan merusak dan mencemari Sungai Seblat yang menjadi sumber air warga, termasuk desa Sukamerindu.
“Masyarakat desa lain yang juga akan merasakan dampak aktivitas pertambangan. Konsultasi terkesan dilakukan secara diam-diam,” sebutnya.
Kades Suka Baru, Edi Putra Jaya, langsung memotong pembicaraan Joni lalu menegaskan bahwa hanya yang mendapatkan undangan yang boleh masuk ruangan.
Kemudian Edi langsung meminta pihak keamanan mengeluarkan tokoh pemuda tersebut dan tidak diperbolehkan masuk kembali.
Menilai kejadian pengusiran tersebut, Manager Kampanye Hutan dan Perkebunan Kanopi Hijau Indonesia, Erin Dwiyanda menyimpulkan bahwa, konsultasi publik yang dilakukan oleh PT Inmas Abadi tidak menggunakan prinsip partispasi penuh dari masyarakat.
Konsultasi Publik AMDAL seharusnya dilakukan dengan prinsip meaning full partisipan atau partisipasi penuh dari masyarakat,” sebut Erin.
Namun, saat warga menyampaikan suaranya justru diusir. Erin menilai, kejadian itu menunjukkan bahwa PT Inmas Abadi tidak menerapkan prinsip tersebut.
Erin menyebut, kejadian itu menunjukkan partisipasi warga dibungkam, padahal warga Desa Sukamerindu juga akan menerima dampak kerusakan Sungai Seblat.
Ada indikasi orang yang diundang adalah yang pro-tambang dan tidak memahami secara utuh terkait AMDAL, seharusnya yang dibahas dalam kegiatan ini adalah dampak penting dari kegiatan pertambangan, tambahnya..
Hal ini dibuktikan dari permintaan warga kepada perusahaan seperti pembuatan badan jalan, jembatan penghubung Sungai Seblat dan sungai kecil lainnya secara permanen.
Kemudian membuat jalan khusus angkutan batubara, menyiram jalan agar tidak berdebu, membuat klinik pengobatan bagi masyarakat terdampak, membuat sumur bor dan memberikan beasiswa bagi anak berprestasi.
“Seharusnya kegiatan konsultasi publik ini membahas dan mengkaji dampak penting hipotetik pada aspek fisik dan non fisik dari aktivitas pertambangan batubara,” urainya.
Namun, dalam konsultasi tersebut dampak hipotetik seperti tercemarnya Sungai Seblat akibat penambangan justru tidak dibahas.
Izin Usaha Pertambangan yang diberikan pemerintah kepada PT Inmas Abadi seluas 4.051 hektar diterbitkan tahun 2017.
Sejak itu pula telah ditolak oleh Koalisi Selamatkan Bentang Seblat yang merupakan gabungan dari aktivis lingkungan, mahasiswa dan warga yang mengkampanyekan penyelamatan Bentang Seblat yang menjadi habitat terakhir gajah Sumatera di Bengkulu.
Aktivitas pertambangan ini secara nyata akan berdampak pada Sungai Seblat yang merupakan sumber air bersih bagi belasan desa.
Yakni Suka Baru, Suka Maju, Suka Merindu, Suka Medan, Suka Negara, Karya Jaya, Talang Arah, Pasar Seblat di Kecamatan Marga Sakti Seblat dan Kecamatan Putri Hijau.
Berdasarkan kajian koalisi, izin produksi PT Inmas Abadi di lahan seluas 4.051 hektar itu tumpang tindih seluas 735 hektar dengan kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Seblat.
1.915 hektar tumpang tindih dengan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis Register 69 dan seluas 540 hektar tumpang tindih dengan Hutan Produksi Konversi (HPK).
Sebelumnya dalam pengumuman studi AMDAL PT Inmas Abadi menyebutkan bahwa aktivitas pertambangan ini akan berdampak pada penurunan kualitas udara.
Peningkatan kebisingan dan getaran, peningkatan debit air larian, perubahan tata guna lahan, penurunan kualitas air, berkurangnya keragaman flora, fauna, biota air serta konflik sosial. (Zul)