Penulis : Arie Elcaputera SH MH
Proses tahapan seleksi Calon Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Bengkulu hampir mendekati babak akhir, dimana beberapa hari kedepan Tim Seleksi akan mengumumkan 6 (enam) orang calon anggota untuk diserahkan ke Bawaslu RI.
Paling tidak terdapat beberapa catatan dalam seleksi Calon Komisioner Bawaslu Provinsi Bengkulu Tahun 2022.
Pertama
Minimnya Partisipasi Perempuan dalam proses pemilihan Calon Komisioner Bawaslu Provinsi Bengkulu Tahun 2022. Mengutip apa yang pernah disampaikan oleh Ratna Dewi Pettalolo (2020) yang menyatakan No Women No Demokrasi (Tidak ada demokrasi tanpa perempuan)”.
Padahal dalam Pasal 92 Ayat 11 Undang-Undang Pemilu mengamanatkan bahwa, Komposisi keanggotaan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen).
Sayangnya pelibatan perempuan dalam proses seleksi calon anggota Bawaslu Provinsi Bengkulu dinilai masih sangat minim, praktis sejak awal proses seleksi tidak memenuhi keterlibatan keterwakilan perempuan secara penuh, hal ini tentu semakin mengukuhkan dominasi budaya patriarki terhadap keterwakilan perempuan kedalam kelompok yang minimalistik, ditengah prosesi demokrasi yang semakin menguatkan dorongan partisipasi perempuan.
Kedua
Pengumuman Nilai Hasil Administrasi, Tes Tertulis dan Psikologi tidak dibuka kepada publik. Sejatinya proses seleksi calon komisioner Bawaslu Provinsi Bengkulu haruslah dilakukan secara transparan dan akuntabel agar hasil seleksi bisa dipercaya oleh publik.
Sehingga menjadi sangat penting bagi publik untuk mengetahui apa yang menjadi alat ukur penilaian dan bobot penilaian untuk menentukan peserta lulus atau tidak lulus ke tahapan berikutnya.
Sejatinya seleksi juga harus menjelaskan secara terbuka nilai hasil administrasi, tes tertulis dan psikologi yang telah dilakukan tersebut, karena mekanisme seleksi yang tidak terkomunikasikan dengan baik berimplikasi terhadap ketidakpercayaan publik terhadap hasil seleksi yang tentunya mengurangi kualitas demokrasi yang terus digaungkan.
Ketiga
Terdapat dua orang Calon Komisioner yang melanggar etik berdasarkan putusan DKPP. Dalam UU Pemilu Pasal 117 ayat 1 Huruf d menyatakan bahwa: Syarat untuk menjadi calon anggota Bawaslu Provinsi adalah: mempunyai integritas, berkepribadian yang kuat, jujur, dan adil.
Calon pengawal demokrasi harus menjunjung tinggi integritas. Maka menjadi penting bagi prosesi demokrasi yang akan berlangsung ke-depan kita berhak mendapatkan Pengawal Demokrasi yang beretika.
Sejatinya integritas tinggi merupakan salah satu komponen syarat yang mutlak dan wajib terpenuhi bagi penyelenggara Pemilu. Sehingga nilai integritas, jujur dan adil ditempatkan kedalam nilai yang paling fundamental bagi penyelenggara pemilu.
Salah satu indikator dari berintegritas adalah terbebasnya calon anggota bawaslu dari sanksi etik yang pernah di-putus oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Jika merujuk pada 12 Calon Anggota Bawaslu yang sampai hari ini masih mengikuti tahapan seleksi maka terdapat dua orang calon anggota Bawaslu Provinsi Bengkulu yang pernah dikenai sanksi etik melalui putusan DKPP.
Diantaranya Menjatuhkan Sanksi Peringatan kepada Natijo Elem di dalam Putusan Nomor: 147-PKE-DKPP/XI/2020 dan Menjatuhkan Sanksi Peringatan Keras kepada Romi Sugara dalam Putusan Nomor 263-PKE-DKPP/VIII/2019.
Hakikat Pemilu dalam negara demokrasi adalah pengejawantahan kedaulatan rakyat, demokrasi bukan hanya prosedur melainkan juga seperangkat nilai yang menentukan bentuk dan berjalannya pemerintahan oleh rakyat yang diwujudkan dalam bentuk penyampaian hak konstitusional (hak pilih) warga negara dalam suatu pemilu yang jujur dan adil (free and fair elections).
Salah satu elemen yang paling penting dan strategis dalam memujudkan Pemilu yang bebas dan adil adalah keberadaan penyelenggara pemilu yang kompeten, independen dan berintegritas.
Sebagai penyelenggara yang telah cacat etika dan tercoreng dengan persoalan integritas sudah sepatutnya menarik diri dari kompetisi dengan menebar benih baru yang terbebas dari persoalan integritas. Sehingga muncul bibit-bibit baru pengawal jalan Panjang Demokrasi yang dicita-citakan.
Pusat Studi Hukum dan Demokrasi Penta Politika