Tokyo– Warga Jepang dihantui teror telepon yang diduga berasal dari warga China setelah Jepang memutuskan untuk membuang limbah ke laut.
Adapun limbah yang dibuang Jepang berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima.
Situasi ini telah mendorong Tokyo untuk menekan Beijing agar memastikan keamanan warga Jepang di China.
Karena setelah pembuangan limbah tersebut, terjadi gelombang pelecehan telepon terutama yang menargetkan para pelaku bisnis Jepang.
Meskipun Jepang bersikeras bahwa pembuangan air limbah dari PLTN Fukushima aman, China dengan tegas menentang keputusan ini.
Sebagai tanggapan, China telah melarang impor semua makanan laut dari Jepang dengan alasan bahwa air tersebut mencemari lautan.
Namun, pada Minggu (27/8/2023), pemerintah Jepang menerbitkan data baru yang menunjukkan bahwa tingkat radioaktivitas di perairan lepas pantai Fukushima masih berada dalam batas aman.
Panggilan telepon yang diduga berasal dari China mulai membanjiri bisnis di Jepang sejak Kamis (24/8/23), hari ketika operator TEPCO mulai membuang air yang digunakan untuk mendinginkan reaktor nuklir yang rusak di PLTN Fukushima Daiichi.
Perusahaan-perusahaan dan kelompok-kelompok di Jepang, termasuk gedung konser di Tokyo dan akuarium di Iwate utara, melaporkan menerima begitu banyak panggilan telepon dari penutur bahasa Mandarin sehingga operasi normal mereka terganggu.
Hiroyuki Namazu, seorang diplomat senior Jepang yang bertanggung jawab atas urusan Asia dan Oseania, mengungkapkan penyesalannya atas teror telepon tersebut.
Pada Sabtu (26/8), Kementerian Luar Negeri Jepang melaporkan bahwa Namazu telah meminta para pejabat tinggi di Kedutaan Besar China di Tokyo untuk menyerukan ketenangan di China.
Sebagai tanggapan, Jepang juga mengalami serangkaian insiden serupa di China terhadap fasilitas Jepang.
Kedutaan Besar Jepang di Beijing juga telah mendesak warganya untuk menahan diri dan tidak berbicara dengan suara keras dalam bahasa Jepang.
Seorang pengusaha Fukushima melaporkan bahwa empat restoran dan toko kue miliknya menerima sekitar 1.000 panggilan telepon pada Jumat (25/8), sebagian besar berasal dari China.
Wali Kota Fukushima, Hiroshi Kohata, melaporkan bahwa balai kota juga menerima sekitar 200 panggilan serupa dalam dua hari.
Sekolah, restoran, dan hotel di Fukushima juga menjadi target teror telepon. Kohata menyatakan akan melaporkan hal ini kepada pemerintah Jepang dan menuntut tindakan yang diperlukan.
Di sisi lain, pengguna media sosial di China membagikan video panggilan mereka ke nomor-nomor Jepang, termasuk restoran di Fukushima.
TEPCO telah membuang lebih dari 500 kolam renang Olimpiade yang digunakan untuk mendinginkan reaktor-reaktor yang rusak di Fukushima, tiga di antaranya meleleh pada Maret 2011 akibat gempa bumi dan tsunami yang menewaskan sekitar 18 ribu orang.
Air tersebut telah disaring dari semua elemen radioaktif kecuali tritium. Pada Minggu, Kementerian Lingkungan Hidup Jepang mengumumkan bahwa sampel air yang diuji tidak menunjukkan adanya tanda-tanda radiasi gamma yang dapat berasal dari bahan radioaktif lainnya seperti caesium.
Pemerintah Jepang menegaskan bahwa pembuangan air limbah dari PLTN Fukushima telah dilakukan dengan aman dan sesuai dengan standar internasional.
Namun, teror telepon yang diduga berasal dari warga China terus mengganggu kehidupan sehari-hari di Jepang.
Dalam situasi ini, pemerintah Jepang telah menerbitkan data baru yang menunjukkan bahwa tingkat radioaktivitas di perairan lepas pantai Fukushima masih berada dalam batas aman.
Pemerintah Jepang juga telah mengumumkan bahwa sampel air yang diuji tidak menunjukkan adanya tanda-tanda radiasi gamma yang dapat berasal dari bahan radioaktif lainnya seperti caesium.
Hal ini menjadi bukti bahwa pembuangan air limbah dari PLTN Fukushima tidak mencemari lautan dan aman bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Meskipun demikian, pemerintah Jepang tetap mengimbau warganya untuk tetap waspada dan mengikuti perkembangan terkini terkait keputusan pembuangan air limbah dari PLTN Fukushima.
Pemerintah juga berkomitmen untuk terus memantau dan mengawasi situasi ini, serta melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan keamanan warga Jepang di dalam maupun di luar negeri.(kompas)