Opini  

Pohon-Pohon Kepalsuan

Avatar Of Wared
Pohon-Pohon Kepalsuan

Oleh : Zacky Antony

HIDANGAN kebangsaan kita akhir-akhir ini sungguh tak elok di mata. Bukan hanya tidak sedap untuk disantap, tapi juga membuat perut mual. Bangsa ini sedang mengalami krisis suri tauladan. Ada wakil rakyat merokok di . Sambil tertawa-tawa dengan wajar berbinar bangga.

Pohon-Pohon Kepalsuan

Di tengah gemeretak perut rakyat yang lapar, masih banyak pejabat yang mempertontonkan kemewahan. Saling pamer materi. Berlomba mengejar kekayaan. Sudah sulit rasanya di zaman gila sekarang kita menemukan potret kesederhanaan Bung Hatta, Sjahrir, atau Buya Hamka. juga tidak meninggalkan apa-apa di akhir hayatnya.

Para elit, pejabat negara yang semestinya memberi contoh, tapi justru berprilaku konsumtif dan gaya hidup glamour. Publik tercengang saat memperlihatkan barang bukti kasus Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhi Prabowo yang tersandung ekspor benih lobster. Jam tangan mewah Rolex, sepeda harga ratusan juta, tas Louis Vuitton, tas Hermes dll.

Baca Juga :  Rindu Pemimpin Yang Tak Sengsarakan Warganya

Semua kemewahan itu terasa ironi di tengah himpitan yang mencekik Budi-Budi kecil di lampu merah. Ironi bagi mereka yang tinggal di gubuk-gubuk pinggir rel kereta api, di tempat pembuangan , kampung-kampung kumuh yang menyambung nafas dari hari ke hari.

Kehidupan mewah pejabat bergelimang kemewahan merupakan pohon-pohon kehidupan tanpa akar kesadaran. Pohon-pohon berbuah pahit itu sekarang sudah tumbuh berkembang menjadi kebun-kebun kepalsuan. Penuh kebohongan dan intrik. Tanpa rasa perikemanusiaan.

Materi seolah sudah menjadi “Tuhan” bagi pengikut materialisme, kapitalisme, liberalisme. Tidak jarang nilai-nilai etika dan moral diabaikan. Wajah penegakan kita menegaskan hal itu. Teks-teks yang mati itu tidak bisa diharapkan memberi keadilan tanpa didukung keteguhan moral para penegak .

Tiga saudara kandung materialisme, kapitalisme dan liberalisme, juga menampilkan wajah aslinya di pentas kita. Saling hasut, saling sikut dan saling berebut kursi kekuasaan. Kasus KLB Partai hanyalah contoh kecil di balik hiruk-pikuk perebutan kekuasaan yang kejam.

Baca Juga :  Polda Bengkulu Tangkap Pemuda Sawah Lebar Pengedar Ganja

Di , pejabatnya biasa mundur bila diterpa masalah moral dan etika. Padahal bukan ditangkap karena kasus . Tapi begitulah, etika dan moral jauh di atas formalitas buatan manusia. Di Negara kita, sudah berada dalam penjara, masih ingin minta dilantik.

Degradasi nilai-nilai terjadi hampir di semua aspek. Etika menjauh dari lapangan , , dan kehidupan . Kalau moral dan etika adalah pohon kehidupan. Kesadaran adalah akarnya yang menumbuhkan niat baik, bercabang-cabang dan berbuah manis.

Tega adalah cabang pohon tanpa moral dan etika karena tidak berakar kesadaran. Membiarkan rakyat dengan perut lapar adalah ketegaan yang paling bengis. Begitulah wajah tanpa dosa Menteri Juliari .

Pohon-pohon kepalsuan itu tidak hanya ada di lingkaran pusat kekuasaan, tapi juga tumbuh subur di daerah. Godaan besar bisa membuat orang berubah. tak hanya menimpa kepala daerah yang secara prestasi biasa-biasa saja, tapi juga terjadi pada kepala daerah yang dikenal berintegritas tinggi dan berprestasi.

Baca Juga :  Sponsor Utama Membawa Keberuntungan Radio Kasihku Agar Tetap Eksis

Kasus Gubernur , Nurdin Abdullah telah mengubah persepsi masyarakat. Stigma positif seseorang ternyata bukanlah jaminan. Kepala daerah dengan segudang penghargaan bisa terperosok juga ke dalam lumpur materialisme dan kapitalisme. Mau apa lagi, inilah risiko sistem berbiaya tinggi yang diterapkan di negeri ini.

Problem utama Pilkada, modal harus dikembalikan. Dari mana sumbernya Tidak cukup dari . Sikat sana, sikat sini umumnya menjadi solusi. Kalau kondisi ini dibiarkan, maka pohon-pohon kepalsuan ini akan terus hidup dan berkembang menghasilkan - pahit ketimpangan di berbagai bidang.

Penulis adalah Senior yang juga Ketua

Google News Satujuang

Dapatkan update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News