Jakarta– Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indonesia medapat ancaman dari Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) yang bakal menghentikan penjualan minyak goreng.
“Sebetulmya kami bukan mengancam, tapi ini cara kami agar didengar agar pemerintah membayar utang kepada kami sebesar Rp344 miliar,” ujar Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey, Jumat lalu.
Untuk diketahui, utang tersebut berasal dari selisih harga minyak goreng alias rafaksi dalam program satu harga pada 2022 lalu yang belum dibayar pemerintah hingga saat ini.
Roy mengatakan, seharusnya pemerintah membayar utang selisih harga itu 17 hari setelah program berlangsung. Namun, setahun berlalu belum juga dibayarkan.
Lanjutnya, program minyak satu harga yang diluncurkan pemerintah pada awal 2022 tersebut bukan kemauan Aprindo.
Namun dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 tahun 2022 mengharuskan pengusaha menjual minyak goreng kemasan premium seharga Rp14.000 per liter.
Hal tersebut imbas harga minyak goreng yang liar di pasar pada awal tahun lalu.
“Jadi rafaksi bukan kemauan kami (ritel), karena ada regulasi Permendag itu mengharuskan minyak goreng dijual dengan satu harga yaitu Rp14 ribu dari 19 Januari sampai 31 Januari,” jelasnya.
Dalam aturan itu pemerintah juga diharuskan membayar selisih harga.
Namun utang belum dibayarkan, Permendag 3 justru digantikan dengan Permendag Nomor 6 Tahun 2022.
Beleid (kebijakan-red) baru itu membatalkan aturan lama soal pembayaran selisih harga yang harusnya ditanggung pemerintah.
“Permendag 6 muncul jadinya Permendag 3 tak berlaku, tapi bukan berarti rafaksi nggak dibayar. Kita sudah setorkan semua data pada 31 Januari tapi belum juga dibayar,” pungkasnya.
Menyikapi hal itu Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim meminta pihak Aprindo untuk tidak menyetop penjualan minyak goreng diretailnya.
“Saya akan telpon (Aprindo), koordinasikan lah, intinya jangan sampai setop jualan seperti itu, kan ini akan menimbulkan masalah baru,” tandas Isy Karim yang dikutip Minggu (16/4/23). (red)