Satujuang- Dokter Spesialis Anak Konsultan Nutrisi dan Penyakit Metabolik dari IDAI, Damayanti Rusli Sjarif, menyoroti tiga langkah mengidentifikasi balita stunting.
Pertama, penting untuk melakukan pengukuran balita dengan alat yang tepat, bukan hanya mengandalkan perkiraan atau perbandingan dengan anak-anak sekitarnya.
Alat seperti infantometer untuk usia 0-2 tahun dan stadiometer untuk usia di atas dua tahun sudah disediakan oleh Kementerian Kesehatan di setiap posyandu.
Langkah kedua adalah mencatat dan melacak pertumbuhan balita melalui grafik yang tersedia dalam Kartu Ibu dan Anak (KIA).
Jika terdapat indikasi pendek atau sangat pendek, langkah ketiga adalah segera melaporkannya ke dokter atau puskesmas.
Jika terkonfirmasi sebagai stunting, rujukan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) diperlukan untuk penanganan lebih lanjut.
Damayanti menekankan bahwa balita yang berisiko stunting memiliki tinggi badan di bawah standar 2,1 deviasi yang tercantum dalam buku KIA.
Di RSUD, dokter spesialis anak akan melakukan penelitian lebih lanjut untuk membedakan apakah pendeknya balita tersebut disebabkan oleh faktor genetik atau stunting.
Penanganan yang tepat harus dilakukan, karena kondisi stunting dapat disebabkan oleh kekurangan gizi jangka panjang atau faktor genetik.
Selain itu, Damayanti juga mengingatkan bahwa bayi dengan berat lahir rendah atau lahir di bawah 2,5 kg memiliki risiko tinggi terkena stunting.
Penting untuk segera melakukan tindakan medis oleh dokter spesialis anak guna mencegah komplikasi yang mungkin timbul.
Kesimpulannya, deteksi dini dan intervensi cepat sangat penting untuk mencegah dampak buruk stunting pada pertumbuhan dan perkembangan anak.(NT/antara)